Ad Code

Responsive Advertisement

Dharma Wacana : Gemuruh Debu Lenyapkan Kesucian


Oleh : Ida Pedanda Gede Made Gunung.

Kesetiaan matahari menyinari bumi tidak pernah surut-surut, mudah-mudahan matahari tidak bosan menyaksikan tingkah laku manusia layaknya penuh kegelapan, walaupun saban hari diberikan sinar agar mereka dapat melihat dengan jelas mana yang benar dan mana yang salah. Namun manusia tak kuasa menahan derasnya seretan arus dan gelombang neraka. Kapankah mereka akan sadar akan hal itu?

Awan gelap menyelimuti pikiran, menutup mata bathin, hatipun tak dapat menyuarakan kesucian. Ibu Pertiwi sangat sabar menopang dan menyangga mahluk aneh yang bertubuh manusia berperilaku binatang. Mereka bergerak, makan, minum, buang air diatas bumi dan tak pernah mau membayangkan kesabaran Ibu Pertiwi. Naga Basuki, Naga Taksaka dan Bedawang Anala kelihatanya amat marah, karena sangat tidak sudi punggungnya diinjak-injak oleh manusia cemer (kotor). Suatu saat beliau akan marah dan menyemburkan bisanya. Benawang Anala saat marah dapat menggemparkan bumi melalui gempa dan letusan gunung berapi. Naga Basuki saat murka meyemburkan air sehingga terjadi banjir, tanah longsor, erosi dan abrasi. Naga Taksaka saat jengkel akan menghembuskan udara tercemar, membuat sulit untuk bernafas, memunculkan gelombang tsunami. Andaikata semua itu terjadi, apa yang bisa kita lakukan. Sekarang gejala-gejala mengarah kesana tampaknya semakin jelas. Sepertinya gemuruh debu akan melenyapkan kesucian.

Semoga masih ada secercah sinar yang bisa digunakan sebagai pedoman menggapai jendela kebahagiaan, guna meloloskan diri dari cengkeraman kuku jaman kali. Diperasaan Pedanda tergambar bahwa para Dewata telah meninggalkan alam ini untuk kembali ke sorga. Karena para Dewa sangat tidak senang tempat berstana beliau dirongrong dan mau dikuasai oleh para Bhutakala. Saat seperti sekarang ini hampir semua Bhutakala mendapatkan tempat, menggantikan stana para Dewa. Tempat yang paling utama yang diperebutkan oleh para Dewa dan Bhutakala adalah hati manusia. Apabila hati manusia dikuasai oleh Bhutakala, maka perilaku manusia itu sendiri akan cenderung mengkuti sifat-sifat Bhutakala. Jadi alam akan dipenuhi oleh para Bhutakala dan jadilah dia alam neraka. Sekarang telah banyak bermunculan perilaku yang aneh-aneh, yang sesungguhnya tidak patut dilakukan karena bertentangan dengan ajaran agama dan bisa merugikan pihak lain, namun justru perilaku seperti itu yang menjadi kegemaran dijaman sekarang ini.

Dijaman lampau sangat jarang orang senang mabuk-mabukan, karena mabuk itu sangat merugikan diri sendiri dan masyarakat, disamping bertentangan dengan ajaran agama. Sekarang mabuk itu menjadi pilihan utama, sebab kalau tidak ikut mabuk dianggap ketinggalan jaman. Anggapan seperti itu benar adanya, karena mereka yang tidak ikut mabuk memang ketinggalan jaman edan, bukan ketinggalan jaman Dharma. Jika mereka takut ketinggalan jaman edan, itu berarti mereka lebih senang masuk jaman edan yang merupakan jamannya Bhutakala, dan secara pelan-pelan dunia ini akan menjadi neraka. Kalau itu memang kehendak manusia, jaman kali itu akan lebih cepat datangnya. Sebab perubahan jaman itu mutlak disebabkan oleh faktor manusia. Cepat atau lambat datangnya yuga itu tergantung dari pekembangan prilaku manusia.

Selain mabuk yang menjadi kegemaran para Bhutakala dan juga disenangi manusia, ada lagi kegemaran yang lebih berbahaya bagi dirinya sendiri dan masa depan bangsa, yaitu mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Semua itu kegemaran yang memperlancar jalan menuju neraka, dan mempercepat proses penghacuran alam beserta isinya. Sebab sifat dasar Bhutakala adalah menghancurkan ciptaan Sang Hyang Widhi. Apakah kita mau semua keindahan dan kebahagiaan akan lenyap begitu saja?

(Sumber : www.idapedandagunung.com)
Reactions

Post a Comment

0 Comments