Ad Code

Responsive Advertisement

Dharma Wacana : Awal Mula Umat Hindu Mengenal Banten


Oleh : Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda

Om, Swastiastu Om.

Berbicara masalah kapan agama Hindu masuk ke Bali, secara angka tahun pastinya belum diketahui.

Namun berdasarkan peninggalan-peninggalan yang ada, seperti di Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, arkeolog memperkirakan agama Hindu sudah ada di Bali sejak abad ke VIII.

Hal ini juga dibuktikan dengan catatan sejarah, bahwa di periode itu Sri Ratu Unggrasena serta Dinasti Warmadewa sudah eksis pada waktu itu.

Namun menurut Ida Pandita, awal-awal masehi sebenarnya agama Hindu sudah ada di Bali.Tapi belum terdokumentasi berdasarkan dokumen literel seperti prasasti maupun guratan.Kenapa awal masehi, karena nusantara inikan mengalami sebuah revolusi besar ketika awal masehi.

Bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Mulawarman di Jawa Timur dan Pulawarman di Jawa Barat.

Sementra saat itu, Bali sudah berada dalam lintasan itu.

Dalam ajaran Hindu dalam Weda, seperti dalam teks Werhaspati Tattwa dan Agastya Parwa dikatakan bahwa upacara yadnya itu adalah Agni Hotra dan Agni Homa.

Nah terkait kenapa ritual keagamaan Hindu di Bali memakai banten, sebenarnya bisa dilacak dalam tradisi lama.

Ketika pengaruh tantrik masuk ke Bali di abad XIII atau masa-masa berakhirnya Kerajaan Kediri, upacara yang memakai banten itu dinilai menjadi sangat sentrum untuk mencari nilai magis daripada sebuah ritual.

Karena banten itulah nilai mistik atau magis daripada Tuhan serta energi-energi-Nya. Sebab itu, banten itu mulai digunakan.

Penggunaan banten ini juga tidak terlepas dari politik kerajaan.

Ketika munculnya diskriminasi dan strukturisasi di wilayah agama, adat, tokoh, siwa dan sisya, banten inilah kemudian dipergunakan sebagai sebuah kesempatan untuk menghegomoni spiritual.

Ritual dijadikan sangat ribet dengan berbagai banten.

Hal ini bertujuan agar rakyat tidak melakukan hal aneh-aneh yang dapat mengancam eksistensi kaum penguasa.

Artinya ritual itu hadir untuk memberikan tatanan yang ekualiberium atau agar rakyat tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki oleh kerajaan atas nama Tuhan.

Jadi, ada gerakan tersistem dan massif untuk mengendalikan masyarakat dalam suatu ritual yang dibangun oleh para kerajaan.

Dalam ajaran Siwa Sidantha, ada teologi yang menyebutkan upacara untuk membuat ritual.

Nah ajaran itulah yang mengajarkan kita, sebagai masyarakat pertanian, mempersembahkan hasil pertanian.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, kita sudah mulai bergeser dari budaya pertanian ke budaya industri.

Meski begitu, Ida Pandita menghimbau bukan berarti kita harus menghapus bebantenan. Tapi mulailah kita kembali pada prinsip-prinsip ritual itu. Marilah kita beryadnya sesuai kemampuan masing-masing. Jangan beryadnya atas kepentingan ego.

Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om.



Reactions

Post a Comment

0 Comments