Dalam kepercayaan Hindu yang hidup di sorga maupun neraka hanya jiwa.
Tetapi tempat ini bukan tempat abadi. Sorga dan Neraka sekedar persinggahan sementara bagi atman yang tidak murni karena pengaruh karma wasana. Sorga bersifat sementara.
Bagawad Gita IX: 21 menyatakan : mereka menikmati sorga yang luas, dan ketika buah dari karma baik mereka habis, mereka memasuki dunia yang tidak abadi ini; demikianlah mereka yang mengikuti aturan Weda, mendambakan hasil dari perbuatan mereka, memperoleh lingkaran hidup dan mati (Diterjemahkan dari Bhagawad Gita, Commentary bay Mahatma Gandhi).
Bagi atman yang ketika hidup di dunia banyak berbuat subha karma (berbuat baik) dari pada asubha karma (berbuat tidak baik), mereka akan singgah sementara di sorga. Dan sebaliknya, bagi atman yang ketika hidup banyak berbuat asubha karma (berbuat tidak baik) dari pada subha karmanya (berbuat baik), mereka akan singgah di neraka. Ini semua karena hasil karma mereka masing-masing. Akibat tidak mampu mempertahankan kesucian sang atman yang suci, bagian dari Brahman yang Maha Suci.
Jadi setelah menikmati sorga atau neraka, jiwa bisa kembali lahir ke dunia untuk melanjutkan evolusinya sampai akhirnya mencapai moksa.
Tuhan/Sanghyang Widhi tidak pilih kasih, setiap orang membuat nasibnya sendiri, melalui karma yang mereka lakukan sebelumnya. Karma yang lampau-lah yang menentukan sebagai apa dan peranan apa yang dia terima dalam kelahirannya di dunia ini. Itulah sebabnya yang dilahirkan berbeda-beda. Ada yang jadi Pandita, Rohaniawan, Presiden, Pejabat ABRI maupun Sipil, Pengusaha Sukses/Ekonom, Konglomerat, Petani Sukses dan Kaya Raya, Peternak Sukses, Seniman, ada yang menjadi orang kaya, orang miskin, orang cacat, orang gelandangan dsb. Bahkan yang lebih jauh merosot adalah sebagai binatang dan tumbuhan. Hal ini juga merupakan salah satu motivasi umat Hindu dalam berbuat baik, setidaknya bisa mencapai surga, sehingga reinkarnasinya nanti masih pada manusia yang sempurna dan bernasib baik, dan ada kesempatan mencapai moksa
Tetapi yang penting diingat Sorga Hindu bukanlah sorga dimana manusia memuaskan nafsu badaninya. Karena yang hidup di sorga Hindu hanya jiwa, tanpa badan kasar. Neraka Hindu juga tidak seperti neraka dalam agama lain yang merupakan tempat penyiksaan yang kejam dan abadi terutama bagi mereka yang tidak seiman.
Neraka dalam Weda hanya disebutkan dalam tiga mantra sebagai tempat kegelapan saja, lawan dari sorga yang artinya dunia yang selalu terang.
Berbeda dengan sorga yang ada di dunia spiritual, neraka itu sebetulnya ada di dunia ini dalam bentuk penderitaan. Tetapi penderitaan kita di dunia ini sifatnya konstruktif. Bukan balas dendam dan kekejaman tanpa batas.
Karl Jasper, seorang filsuf Jerman mengatakan penderitaan membuat manusia melakukan refleksi, membuat hidup seseorang semakin dalam dan bermakna. Orang yang tidak pernah menderita (apa mungkin ada ?) hidupnya dangkal. Porselin yang indah dan mahal adalah tanah liat yang telah mengalami penderitaan ; ditumbuk,dibentuk dan dibakar dalam api yang sangat panas. Hasilnya barang seni yang berguna, indah dan tinggi nilainya. Sepotong bambu setelah dilubangi tubuhnya dengan bor panas menjadi seruling yang menghasilkan suara merdu.
Pertanyaan berikutnya adalah :Apakah sorga satu keadaan pengalaman batin atau satu dunia sesungguhnya kemana jiwa yang dibebaskan kembali ?
Kebanyakan Upanisad secara praktis sedikit sekali atau tidak mengandung rincian.
Chandogya (8.5.3) menjelaskannya sebagai satu dunia, ketiga dari dunia ini, didalamnya ada dua danau besar disebut Ara dan Nya. Disana juga ada penampungan air yang lebih kecil yang berisi makanan-jus disebut airammadya, Sp,asavama, sebatang pohon pee-pul dan satu kota disebut Aparajita, disana juga ada satu ruang besar keemasan.
Kausitaki Upanisad (1.3.4 dan 5) memberikan penjelasan yang lebih berwarna dan menambahkan satu sungai Viraja, dua penjaga pintu (Indra dan Prajapati), satu singgasana disebut Vicaksana dan satu kereta yang diberi nama Amitaujas. Lima ratus peri/bidadari menyambut jiwa yang terbebaskan dan memujanya. Keharuman dan rasa Brahma memasukinya pada keadaan yang tepat ketika dia masuk.
Seseorang yang mencapai Brahmaloka tidak akan kembali kepada keberadaan dunia ini (sumber : A Concise Encyclopaedia of Hinduism” oleh Swami Harshananda, Ramakrishna Math, Bangalore, First Edition, April 2008)
Dari penjelasan diatas surga adalah tempat, tetapi dalam dunia rohani, bukan dunia materi. (ini berbeda dengan sorga dan neraka agama-agama rumpun Yahudi, yang merupakan tempat sama seperti dunia ini. Mereka percaya dengan kebangkitan tubuh (materi) maka sorga dan nerakanya juga berupa tempat seperti dunia materi ini, ada tembok batasnya segala, katanya dibuat dari batu bata).
Berapa kilometer jauhnya? (apa mungkin ada yang mengukur jaraknya). Tapi dunia rohani tidak dapat diukur. Ia mungkin saja parallel dengan dunia materi ini. Tapi ia tidak dapat dilihat oleh mata fisik.
Kalau sorga atau neraka itu sifat atau keadaan, artinya surga atau neraka itu ada atau terjadi di dunia ini. Demikian juga moksha ? karena itu tidak ada kehidupan sesudah mati. Masalahnya kapan suatu sifat atau keadaan itu disebut sorga atau neraka ?
Seorang ibu yang mengalami sakit luar biasa waktu melahirkan apakah itu sorga atau neraka ? Seorang teroris yang senang karena telah membunuh ratusan orang, apakah itu sorga atau neraka ?
Nanti setiap orang dapat menentukan sendiri apa yang dia maksud dengan sorga atau neraka menurut kepentingannya sendiri. Manusia sering tidak dapat membedakan senang (preya) dengan bahagia atau yang baik (sreya).
Seorang penjudi senang ketika sedang main judi, tapi apakah itu hal yang baik dan membawa bahagia ?
Kalau sorga atau neraka sifat atau keadaan, lebih banyak menimbulkan pertanyaan dari pada jawaban. Oleh karena itu kita kembali kepada jawaban yang diberikan oleh Upanisad yang merupakan bagian integral dari Weda, yaitu surga dan neraka adalah tempat, tetapi dalam dunia rohani, bukan dunia materi.
dari berbagai sumber
0 Comments